Pendidikan kedokteran
merupakan sebuah perwujudan realisasi tenaga kesehatan masa depan yang sesuai
harapan dengan berdasar pada pancasila dan Undang – Undang Dasar Negara
Republik Indonesia tahun 1945. Yang sekaligus implementasi dari salah satu
tujuan Bangsa Indonesia yaitu mencerdaskan kehidupan bangsa.
Pendidikan Kedokteran
merupakan sesuatu yang sangat penting dan vital bagi Mahasiswa Kedokteran
Indonesia, yang merupakan gambaran tenaga kesehatan masa depan. Pendidikan yang
ditempuh semasa perkuliahan menjadi acuan yang nanti akan dipakai ketika terjun
di masyarakat. Oleh karena itu proses pendidikan di perkuliahan ini menjadi
sangat penting, agar tidak terjadi perbedaan kompetensi antar satu dokter dan
dokter lainnya.
Dewasa ini banyak
masalah-masalah tenaga kesehatan yang kiranya perlu perhatian khusus. Mulai
dari tidak meratanya pelayanan dokter di daerah-daerah pelosok hingga paradigma
kemampuan masing-masing dokter yang berbeda sesuai dengan tempat dia menimba
ilmu kedokteran.
Menurut
Ketua Umum Pengurus Besar IDI, Dr. Zaenal Abidin, jumlah dokter di Indonesia
sekarang mencapai 160 ribu orang. Namun, persebarannya memang belum merata di
seluruh daerah. Saat ini di Jakarta terdapat sekitar 16 ribu dokter dan
termasuk kelebihan, kemudian di kota besar lainnya memiliki jumlah dokter yang
lebih banyak dibanding daerah.
Belum
meratanya persebaran tenaga medis diakibatkan oleh sikap pilih-pilih tempat
kerja oleh para dokter. Ini membuat terdapat kabupaten atau kota yang kelebihan
dokter, sedangkan di daerah pedalaman kekurangan tenaga medis.
Kiranya,
beberapa masalah di atas seakan dijawab oleh pemerintah dengan dikeluarkannya
Undang Undang Pendidikan Kedokteran yang telah di sahkan pada tanggal 11 Juli
2013. Undang – undang ini mengatur system pendidikan kedokteran dari awal
sampai akhir serta bagaimana bentuk pelayanan yang akan diberikan kepada
masyarakat nantinya. Ada beberapa perubahan terkait dengan UU dikdok ini yang
semata – mata untuk kemajuan dunia kedokteran di Indonesia seperti syarat yang
harus dipenuhi sebuah institusi untuk menyelenggarakan pendidikan kedokteran
serta integrasi dengan Sistem Jaminan Sosial Nasional yang akan di laksanakan
awal tahun 2014 nanti.
Beberapa Point Penting
di Undang Undang Pendidikan Kedokteran:
Seperti yang sudah
kita ketahui dokter layanan primer mempunyai peran penting dalam sistem
kesehatan di negeri ini. Di analogikan dalam Sebuah segitiga bertingkat, maka
posisi dokter layanan primer atau yang biasa kita sebut Dokter keluarga ini ada
di bagian paling dasar atau dengan kata lain sebagai fundamental dalam sistem.
Masyarakat juga
diharapkan kesadaran dan dukungannya untuk menjalankan sistem ini. Suatu contoh
kecil, yang sering terjadi di masyarakat kini adalah banyak masyarakat yang
ketika dirinya merasa sakit sedikit langsung menuju ke dokter spesialis. Tanpa
melalui rujukan dari dokter umum yang berperan sebagai dokter layanan primer.
Para dokter di Indonesia (utamanya dokter umum) pun kiranya sekarang sudah
menyadari urgensi peran mereka sehingga berdampak pada pelayanan para dokter
umum yang semakin membaik dengan pendekatan holistic pada pasien.
Namun, dalam Undang –
undang Pendidikan Kedokteran yang baru ini ada sebuah hal yang menimbulkan pro
dan kontra.
Dalam Undang – undang
Pendidikan Kedokteran tahun 2013 Pasal 8 ayat 3 disebutkan:
"Program
dokter layanan primer sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan kelanjutan
dari program profesi Dokter dan program internsip yang setara dengan program
dokter spesialis."
Maksud pasal di atas
adalah bahwa dokter layanan Primer berbeda dengan dokter umum karena harus
menjalani studi lebih lanjut selama 2 tahun. Dan akan setara dengan spesialis.
Tentu hal ini membuat sebuah paradigma baru “ Lalu bagaimana dengan dokter
umum?”
Memang dokter umum tetap masih bisa bekerja di Rumah Sakit swasta yang tidak
menjalin kerjasama dengan SJSN pemerintah selama mempunyai izin untuk
berpraktek. Namun yang kembali menjadi permasalahan adalah tidak semua Fakultas
kedokteran dapat mengadakan program pendidikan dokter layanan primer.
Sesuai dengan Pasal 8 ayat 1 UU Pendidikan Kedokteran, yang berbunyi:
"Program pendidikan dokter layanan primer, dokter
spesialis, subspesialis, dan dokter gigi spesialis-subspesialis hanya dapat
diselenggarakan oleh Fakultas Kedokteran dan Fakultas Kedokteran Gigi yang
memiliki akreditasi kategori tertinggi untuk program studi kedokteran dan
program studi kedokteran gigi"
Sementara yang kita
ketahui bahwa tidak semua Fakultas Kedokteran di Indonesia berakreditasi A.
Bahkan masih ada fakultas kedokteran yang belum terakreditasi dan baru membuka
program pendidikan Dokter baru baru ini.
Untuk mengadakan program studi Pendidikan Dokter di sebuah Universitas, Perizinan selama ini dikeluarkan oleh
Kementerian Pendidikan Nasional (Kemendiknas). Konsil Kedokteran Indonesi (KKI)
membina dan menetapkan standar pendidikan kedokteran, sedangkan akreditasi FK
diberikan oleh Badan Akreditasi Nasional Perguruan Tinggi. Di Indonesia masih
ada Universitas yang menyelenggarakan Program Pendidikan Dokter dengan hanya
berbekal surat izin dari kemendiknas.
Untuk
Universitas yang Fakultas Kedokterannya mendapat akreditasi B. Disebutkan dalam
UU dikdok dapat menjalin kerjasama dengan Universitas yang mendapat akreditasi
A. Namun sekali lagi yang jadi masalah adalah bentuk kerjasama ini masih
belum lah jelas.
Pasal 8 ayat 2 UU 20 tahun 2013
"Dalam hal
mempercepat terpenuhinya kebutuhan dokter layanan primer, Fakultas Kedokteran
dengan akreditas kategori tertinggi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat
bekerja sama dengan Fakultas Kedokteran yang akreditasinya setingkat lebih
rendah dalam menjalankan program dokter layanan primer."
Hal ini tentu bertolak belakang dengan apa yang dicanangkan dan digadang – gadang oleh pemerintah tentang sistem SJSN. Dokter layanan primer berada di dasar piramida sistem kesehatan Indonesia. Bagaimana masyarakat bisa mengandalkan dokter layanan primer kalau jumlah dokter layanan primer saja masih belum banyak.
PERBAIKAN DAN PENYETARAAN KUALITAS
Di awal telah di sampaikan bahwa untuk mencapai system kesehatan yang baik,
juga di butuhkan tenaga kesehatan yang baik pula. Khususnya dalam profesi
dokter setiap dokter harus mempunyai kompetensi yang sama. Memang sudah ada
Standart Kompetensi Dokter Indonesia yang menjadi acuan masing – masing
universitas dalam menyelenggarakan program study pendidikan dokter. Namun
kembali lagi implementasi dilapangan tidak semua universitas sama.
Untuk memperbaiki mutu
pendidikan, di Undang-Undang Pendidikan Kedokteran ini memuat aturan untuk
masing – masing universitas yang mempunyai Fakultas Kedokteran diwajibkan
mempunyai satu Rumah Sakit Pendidikannya sendiri.
Pasal 41 ayat 2
"Rumah
Sakit Pendidikan Utama hanya dapat bekerja sama dengan 1 (satu) Fakultas
Kedokteran dan/atau Fakultas Kedokteran Gigi sebagai rumah sakit pendidikan
utamanya"
Selain itu pada ayat 3
"Selain
kerja sama sebagaimana dimaksud pada ayat (2), Rumah Sakit Pendidikan Utama
dapat menjadi Rumah Sakit Pendidikan Afiliasi dan/atau Rumah Sakit Pendidikan
Satelit bagi Fakultas Kedokteran atau Fakultas Kedokteran Gigi lainnya"
Sedangkan untuk menyesuaikan pada pasal 59
disebutkan
"(1)
Fakultas Kedokteran dan Fakultas Kedokteran Gigi yang sudah ada sebelum
Undang-Undang ini harus menyesuaikan dengan ketentuan Undang-Undang ini paling
lama 5 (tiga) tahun sejak Undang-Undang ini diundangkan.
(2) Program
studi kedokteran dan program studi kedokteran gigi yang sudah ada sebelum
Undang-Undang ini harus menyesuaikan dengan ketentuan Undang-Undang ini paling
lama 5 (lima) tahun sejak Undang-Undang ini diundangkan."
INTERNSIP
Pada pasal 38 ayat 1 dan 2 di katakan bahwa:
"(1) Mahasiswa yang telah lulus dan telah
mengangkat sumpah sebagai Dokter atau Dokter Gigi sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 37 ayat (1) harus mengikuti program internsip.
(2) Penempatan wajib sementara pada program internsip
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diperhitungkan sebagai masa kerja. "
Pada Undang-undang Pendidikan Kodekteran ini lebih memberikan dasar
hukum yang lebih kuat tentang program internsip yang sebelumnya diatur melalui
Permenkes nomor 229/MENKES/PER/II/2010. Lalu hal lain yang
terkait internsip adalah program Internsip akan dihitung sebagai masa
kerja.
PENERIMAAN MAHASISWA BARU
Berdasarkan pasal 27 ayat 2, yang berbunyi
"Selain lulus seleksi penerimaan sebagaimana dimaksud pada ayat 1,
calon mahasiswa harus lulus tes bakat dan tes kepribadian."
Tes kepribadian akan dijadikan bagian dalam tes
penerimaan ke fakultas kedokteran.
Masih belum diketahui bentuknya. Kuota penerimaan mahasiswa baru juga
sekarang diatur dalam UU Dikdok.
Berdasarkan pasal 9
yang berbunyi:
"(1) Program studi kedokteran dan program studi kedokteran gigi
hanya dapat menerima Mahasiswa sesuai dengan kuota nasional.
(2) Ketentuan mengenai kuota nasional sebagaimana dimaksud pada ayat 1
diatur dengan
pasal 10 yang
berbunyi:
“Dalam hal adanya peningkatan kebutuhan pelayanan kesehatan, Menteri
setelah berkoordinasi dengan menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan
di bidang kesehatan dapat menugaskan Fakultas Kedokteran dan Fakultas
Kedokteran Gigi untuk meningkatkan kuota penerimaan Mahasiswa program dokter
layanan primer, dokter spesialis-subspesialis, dan/atau dokter gigi
spesialis-subspesialis sepanjang memenuhi daya tampung dan daya dukung sesuai
dengan ketentuan Peraturan Perundang undangan.”
Kuota ini berdasarkan
kebutuhan jumlah tenaga medis di seluruh Indonesia, penerimaan ini tidak
bergantung dari berapa jumlah kebutuhan setiap universitas sehingga setiap
tahun kebutuhan bisa saja berkurang atau bertambah kriteria jumlah kebutuhan
ini masih belum jelas apakah akan bergantung dari jumlah pemerataan tenaga
medis di Indonesia atau berdasarkan jumlah profesi dokter yang ada Indonesia.
Sebagai mahasiswa
kedokteran yang nantinya akan menjadi tenaga kesehatan, sekiranya harus
mempunyai pandangan bagaimana seharusnya bersikap dan menyikapi serta mengkaji
ulang terkait dengan kebijakan pemerintah di atas yang masih belum jelas,
sehingga kebijakan tersebut di atas tidak merugikan pihak-pihak terkait,
terlebih lagi masyarakat yang menjadi konsumen utama yang menerima pelayanan
kesehatan.