Masih banyak program studi pendidikan dokter (PSPD) di perguruan tinggi
Indonesia belum memenuhi standar. Penilaian tersebut berdasarkan
kelengkapan sarana dan prasarana pendukung, kurikulum serta staff
pengajar. Akan lebih baik, apabila saat ini fokus pemerintah untuk
memperbaiki institusi serta meningkatkan kualitasnya.
“Sebagai representasi resmi mahasiswa kedokteran Indonesia tingkat
nasional, kami mewakili mahasiswa kedokteran mengharapkan Menteri
Kesehatan tetap memberikan syarat bagi perguruan tinggi yang akan
membuka program studi pendidikan dokter.” Pernyataan tersebut dikatakan
Ikatan Senat Mahasiswa Kedokteran Indonesia (ISMKI) melalui Sekretaris
Jenderal ISMKI, Faqih Nur Salimi Latief.
Faqih mengatakan, bagi perguruan tinggi yang membuka program studi
pendidikan dokter di fakultas lain (bukan fakultas kedokteran), akan
menimbulkan banyak masalah. Hal itu terkait ketersediaan sarana dan
prasarana pembelajaran.
Selain itu, bagi perguruan tinggi yang baru membuka program studi
pendidikan dokter wajib memunyai pengajar tersertifikasi Menteri
Kesehatan. Bukan hanya itu, perguruan tinggi tersebut juga harus
mempersiapkan dokter konsulen sebagai tenaga pengajar. Pasalnya, syarat
tersebut sangat penting agar pengajaran sesuai dengan kurikulum dokter
serta pengajarannya lebih baik. “Namun yang terpenting, jangka waktu
minimal sebuah persiapan fakultas kedokteran berdiri agar dapat menata
administrasi dan kurikulum,” kata Faqih menegaskan.
Menurut hasil quesioner yang dilakukan oleh ISMKI 19-23 Maret lalu
mengenai RUU Pendidikan Dokter, sebagian besar mahasiswa menyutujui
pembukaan program studi pendidikan dokter baru. Namun, hal tersebut
harus berdarsakan dengan Pasal 5 ayat1 RUU Pendidikan Dokter mengenai
penyelenggaraan pendidikan kedokteran. Pasal tersebut menerangkan,
“perguruan tinggi yang memenuhi persyaratan dapat membuka fasilitas
kedokteran”.