Meskipun Ikatan Dokter Indonesia menyatakan menentang RUU Pendidikan
Kedokteran, namun organisasi profesi seperti Perhimpunan Dokter
Spesialis Penyakit Dalam (PAPDI) tidak menyatakan keberatannya dengan
RUU yang kini masih digodok di DPR tersebut.
"Kami tidak
menentang RUU itu dan agak berbeda dengan pihak-pihak yang menentang,"
kata Dr. Aru W. Sudoyo, SpPD, K-HOM, selaku Ketua Umum PB PAPDI, saat
ditemui usai acara PAPDI - Novell Research Grant, Selasa, (3/4/2012).
Aru
mengatakan, pihaknya hanya meminta agar sub spesialis tetap
dipertahankan dan dihargai seperti yang ada di luar negeri serta
pendidikannya diformalkan. Sesuai dengan ketentuan Undang-undang nomor
36 tahun 2009 tentang kesehatan dan UU no 40/2009 tentang Rumah Sakit,
pendidikan dokter subspesialis diperlukan untuk memenuhi kebutuhan
layanan kesehatan tingkat tiga.
"Saya optimis akan masuk. Kalau
Undang-undang dari dokter umum dan spesialis masuk, maka sub spesialis
juga harus masuk. Karena nanti terkait dengan ijasah, dan izin praktek.
Kalau saya seorang sub spesialis hematologi onkologi, tapi ijzah saya
hanya spesialis penyakit dalam agak rancu jadinya," bebernya.
Meski
begitu, Aru mengaku bahwa segala sesuatunya masih bisa berubah. Bahkan
ia sudah menyiapkan rencana apabila ternyata sub spesialis tidak
dimasukkan ke dalam RUU pendidikan kedokteran.
"Mudah-mudahan
akan diakui sub spesialis itu. Sidang pleno yang memutuskan. Kami sudah
memberikan masukan dan sekarang tinggal menunggu," katanya.
Dalam
kesempatan tersebut, Aru juga menanggapi soal belum meratanya
penyebaran dokter di Indonesia yang selama ini masih berpusat di
kota-kota besar. Menurutnya, merata tidaknya pendistribusian dokter
sangat bergantung pada beberapa hal dan tidak terkait sebetulnya dengan
RUU pendidikan kedokteran.
"Saya rasa ini masalah dana juga.
Pemerintah daerah harus menyediakan dana untuk membayar dokternya.
Mereka lebih nyaman di kota besar karena dapat mempraktekan ilmunya
dengan leluasa karena ketersediaan alat," tutupnya.