Senin, 28 Oktober 2013

Road To GIMSCO

GIMSCO atau singkatan dari Gadjah Mada Indonesian Medical Science Olympiad adalah sebuah olimpiade anatomi nasional yang diadakan oleh FK UGM dengan tema “Ars Longus Vita Brevis” yang akan diadakan pada 5 s/d 8 Desember 2013 mendatang. Pada hari ini Divisi Penpro (Pedidikan dan Profesi) HMPD SEMAKU bekerjasama dengan team laboratorium Anatomi mengadakan seleksi Road To GIMSCO untuk menetapkan siapa yang nantinya akan mewakili Pendidikan Dokter FKIK UMY sebagai delegasi GIMSCO.

Seleksi ini berguna untuk memfasilitasi mahasiswa PSPD angkatan 2012, 2011, dan 2010. Banyaknya minat yang tinggi dari mahasiswa PSPD UMY untuk mengikuti GIMSCO, maka kami selaku panitia penyelenggara seleksi GIMSCO menetapkan hanya 4 peserta yang kemudian digabung menjadi 2 team dengan perolehan nilai tertinggi berdasar seleksi dari 20 soal slide berjalan dalam waktu 15 detik serta 10 soal identifikasi preparat yang akan diberangkatkan untuk mewakili Pendidikan Dokter FKIK UMY di olimpiade Nasional ini. Dua team tersebut adalah:
  1. Ardico Irfantian (20110310226) berkolaborasi dengan Riana Marcella (20120310239)
  2. Nurul Attikah Zain (20100310120) berkolaborasi dengan Manarul Ulfah (20110310169)
Selamat bagi 2 team yang telah lolos seleksi Road To GIMSCO, semoga ke depannya 2 team delegasi tersebut dapat lolos dan mendapatkan juara di ajang Nasional ini Gadjah Mada Indonesian Medical Science Olympiad. 










Minggu, 27 Oktober 2013

Penjaminan Mutu Pendidikan Kedokteran dan Implementasi Exit Exam dalam Penetapan Kuota Penerimaan Mahasiswa Baru: Djoko Santoso, Direktur Jenderal Pendidikan Tinggi

Forum Dekan IPD, 19 Januari 2013
Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi
Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan 2013

Tujuan Dasar Uji Kompetensi Dokter
  1. Uji kompetensi ditujukan untuk menjamin lulusan pendidikan tinggi kedokteran yang kompeten dan terstandar secara nasional
  2. Uji kompetensi untuk menguji sikap, pengetahuan dan keterampilan sebagai dasar untuk praktik kedokteran dan dalam jangka panjang  mendorong pembelajaran sepanjang hayat
  3. Uji kompetensi sebagai metode asesmen untuk memastikan pengelolaan pasien yang aman dan efektif * 
* Ke depannya, hasil UKDI akan diumumkan secara transparan melalui website UKDI 


Peta Jalan Uji Kompetensi Dokter Indonesia (UKDI
)




KEBIJAKAN DITJEN DIKTI : UKDI sebagai Exit Exam
SE No. 88/E/DT/2013, 1 Februari 2013
1.      Bidang Kedokteran memerlukan uji kompetensi dengan standar nasional sebagai bagian dari sistem penjaminan mutu yang bertujuan pada penjaminan keselamatan pasien.
2.      Untuk itu, uji kompetensi memerlukan metode yang tepat dalam menguji knowledge, skills dan attitude, melalui CBT dan OSCE
3.      Uji kompetensi dilaksanakan pada tahap akhir pendidikan profesi sebagai exit exam, dengan mempertimbangkan :
v  Pentingnya academic professional environment
v  Peran uji kompetensi sebagai feedback mutu proses pembelajaran
v  Mendukung integrasi sistem pendidikan-pelayanan
4.      Oleh karena itu, pembiayaan uji kompetensi masuk dalam pembiayaan pendidikan


Pemetaan Data FK
      Status Akreditasi
      Hasil UKDI
      Jumlah Mahasiswa & Dosen
      Rasio Dosen : Mahasiswa
Rujukan :
      Rasio = perbandingan dosen dan mahasiswa
      Rasio Ideal tahap akademik = 1:10 = 0,1 (sesuai Standar Pendidikan Dokter Indonesia 2012)
Sumber Data :
      Data FK : Data PDPT (evaluasi.dikti.go.id) & Data Primer 2012-2013





Kebijakan Ditjen Dikti tentang Pengaturan Kuota Mahasiswa FK
Dasar Pertimbangan
1.      Pendidikan kedokteran adalah pendidikan formal yang terdiri atas tahap pendidikan akademik dan pendidikan profesi yang tidak terpisahkan, pada jenjang pendidikan tinggi yang diselenggarakan oleh fakultas atau program studi kedokteran yang terakreditasi untuk menghasilkan lulusan yang memiliki kompetensi di bidang kedokteran.
2.      Berdasarkan hasil bimbingan teknis yang dilakukan oleh tim KKI, didapatkan fakta ketidaktaatan dalam implementasi standar, terutama yang terkait dengan :
     rasio dosen dan mahasiswa
     kuota mahasiswa terhadap daya tampung
     hasil uji kompetensi di bawah rata-rata nasional,
     belum memenuhinya sarana dan prasarana pendidikan tahap profesi

Kebijakan Ditjen Dikti
Agar PT mengimplementasikan standar pendidikan dokter, diperlukan pengaturan lebih lanjut khususnya perihal kuota penerimaan mahasiswa baru pada Program Studi Kedokteran :

(1)   Perguruan tinggi yang menyelenggarakan pendidikan kedokteran harus memiliki rumah sakit dan akses ke rumah sakit pendidikan.

(2)   Kuota maksimum pendidikan kedokteran merupakan jumlah mahasiswa terbanyak yang ditentukan oleh Pemerintah pada masing-masing perguruan tinggi dan institusi yang menyelenggarakan pendidikan kedokteran.

(3)   Pengaturan jumlah kuota mahasiswa maksimum berdasarkan hasil akreditasi FK
Akreditasi FK
Jumlah Kuota Maksimum
A
200 mahasiswa
B
100 mahasiswa
C
50 mahasiswa

(4) Kuota pendidikan kedokteran yang diberikan kepada perguruan tinggi yang memiliki Prodi pendidikan kedokteran sebagaimana diatur pada butir 3 ditentukan oleh jumlah mahasiswa yang lulus UKDI


Prosentase Kelulusan UKDI Tahun Sebelumnya
Jumlah Kuota Maksimum
100%
100% dari kuota maksimum
90% ≤ X < 100%
90% dari kuota maksimum
80% ≤ X < 90%
80% dari kuota maksimum
70% ≤ X < 80%
70% dari kuota maksimum
60% ≤ X < 70%
60% dari kuota maksimum
50% ≤ X < 60%
50% dari kuota maksimum
< 50%
0

(5) Bagi perguruan tinggi yang tidak memenuhi ketentuan sebagaimana tersebut diatas, akan mendapatkan sanksi dari Direktur Jenderal Pendidikan Tinggi sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan.

(6)   Sebagai konsekuensi dari ketentuan ini, maka jumlah mahasiswa yang diterima masuk ke Program Studi Kedoteran akan menurun, sehingga dapat dibuka beberapa Program Studi baru di beberapa perguruan tinggi yang memenuhi syarat dan telah mengusulkan.

(7)   Jumlah mahasiswa kedokteran yang terbatas di perguruan tinggi difahami dapat mempermudah penjaminan mutu lulusan di setiap perguruan tinggi dan mendorong peningkatan mutu secara berkelanjutan.

Rencana Tindak Lanjut
      Kebijakan berlaku mulai tahun ajaran baru 2013/2014
      Saat ini Ditjen Dikti sedang melakukan kajian analisis trend kelulusan mahasiswa sebagai dampak implementasi kebijakan ini


Kebijakan Sistem Penjaminan Mutu Pendidikan Tinggi Kesehatan dapat Diaktualisasikan dengan Baik jika terdapat Kesadaran & Kedisiplinan untuk Memenuhi Aturan & Standar 

Senin, 21 Oktober 2013

There is No Hunger, Memberi Pelajaran Tentang Sebuah Rasa Syukur

Minggu, 20 Oktober 2013 adalah hari di mana pertama kalinya HMPD Semaku  melaksanakan Program Kerja ‘percobaannya’. Program ini kami beri nama ‘There is No Hunger’.
            Apa sih ‘There is No Hunger’ itu?
            Acara ini mengambil konsep di mana kita; HMPD Semaku yang dikoordinatori oleh divisi PENGMAS; mengelilingi kota Yogjakarta sekedar untuk membagikan makanan. Sederhana, tapi Insyaallah akan sangat berharga bagi mereka yang membutuhkan.  Selain itu, banyak sekali pelajaran yang dapat kita petik dari kegiatan se-sederhana ini. Apa aja sih?
            Di lapangan, kita melihat fakta bahwa sebenarnya, banyak sekali bagian dari mereka yang membutuhkan bantuan kita (perlu di-garisbawahi bahwa sasaran kita bukan lah pengemis, melainkan mereka yang  bekerja tapi terlihat membutuhkan bantuan; seperti: tukang koran, pemulung, dll). Bantuan yang kita beri memang hanya sederhana; nasi bungkus dan aqua. Tapi pernahkah kalian membayangkan bagaimana bahagianya mereka yang terlihat dari doa yang mereka beri pada kami?
            “Mbak, semoga dilancarkan rizkinya ya.”
Wah, terimakasih banyak ya mas, kami memang belum makan. Pokoknya terimakasih sekali ya”
“Terimakasih ya mbak, sudah mau peduli dengan orang-orang seperti kami. Sungguh kami mendoakan matinya mbak menjadi mati yang khusnul khotimah.”
            Bahkan di antara mereka ada yang menangis dan mengucap Alhamdulillah entah berapa kali dalam se menit. Bagaimana dengan kita? Kapan terakhir kali kita bilang Alhamdulillah? Bahkan setelah Allah selalu memberi kita rasa kenyang dan lapar tepat pada waktunya.
           
“Cuaca Yogyakarta sedang panas-panasnya; saat Tuhan sedang baik-baiknya.”

Sabtu, 19 Oktober 2013

Kembali Menoreh Prestasi di LKMM Wilayah 3 ISMKI

Mahasiswa Kedokteran Indonesia adalah gambaran tenaga kesehatan bangsa di masa depan. Yang nantinya akan menjadi pilar – pilar penting dalam system kesehatan yang ada di Indonesia. ISMKI. Ikatan Senat Mahasiswa Kedokteran Indonesia, merupakan sebuah wadah untuk mengembangkan potensi Mahasiswa kedokteran di seluruh Indonesia.
            Salah satu bentuk nyata upaya mengembangkan potensi dan kemampuan mahasiswa kedokteran di Indonesia adalah dengan diadakannya Latihan Kepemimpinan dan Manajemen Mahasiswa atau yang biasa di sebut LKMM di tinggat Wilayah dan Nasional.

            Beberapa waktu yang lalu ISMKI Wilayah 3 telah menyelenggarakan LKMM Wilayah 3 ISMKI, pada kesempatan tahun ini FK UNDIP lah yang menjadi panitianya. UMY yang berada di wilayah 3 tentu tidak akan melewatkan kesempatan ini untuk mengirimkan delegasi. Terlebih tahun lalu UMY lah yang menjadi panitia dari acara ini dan berhasil meraih penghargaan institusi terbaik. Delegasi yang dikirim ke LKMM ISMKI Wilayah 3 di FK Undip ini adalah Rijal Maulana Haqim, Muhammad Rahman, Adist Azizy Maraditta dan Nurina Ulfah.
Peserta Delegasi UMY

          
LKMM wilayah ini di adakan pada tanggal 12 – 16 September 2013. Semua institusi di wilayah 3 mengirimkan para delegasi terbaiknya di sini. Mulai dari UMY sendiri sampai di seberang pulau jawa di Kalimantan juga tak mau terlewat untuk ikut event ini. Memang Wilayah 3 di ISMKI terkenal dengan kehangatan dan keakraban antar institusi yang juga dirasakan para delegasi dari UMY.
Agenda yang ada cukup padat dan di iringi training yang bermanfaat mulai dari Nasionalisme ISMKI, rencana pengembangan organisasi, kemampuan public speaking, sponsorship, urgensi organisasi, manajemen aksi sampai pada kajian strategi. Pematerinya pun tak tanggung – tanggung. Banyak pemateri yang dari Nasional yang tak ragu datang ke Semarang untuk menyalurkan ilmu pada para delegasi LKMM Wilayah 3.
Moment yang paling ditunggu sekaligus moment yang paling mengharukan adalah saat farewell party. Karena saat itu adalah saat2 penghujung terakhir acara LKMM Wilayah 3. Kedekatan yang sudah terjalin selama 5 hari membuat para delegasi seakan berat untuk berpisah jarak.
Saat farewell party pun begitu menegangkan karena adanya agenda ISMKI Award. ISMKI award adalah agenda pemberian penghargaan pada beberapa kategori di wilayah 3. Mulai dari Institusi terbaik, pengurus wilayah 3 ISMKI terbaik sampai peserta terbaik LKMM Wilayah 3. Alhamdulillah.... :D untuk Kategori peserta terbaik putra dan putri keduanya diraih oleh UMY yaitu oleh Rijal Maulana Haqim dan Nurina Ulfah.
Peserta terbaik Putra

Peserta Terbaik Putri

Namun, inti serangkaian acara LKMM wilayah 3 ini tidak hanya penghargaan yang didapat melainkan penerapan ilmu yang didapat untuk melakukan sebuah perubahan menuju hal yang positif di masing – masing institusi. 
Foto Bareng Delegasi


Selasa, 15 Oktober 2013

Perubahan UU DIKDOK, "Program Pendidikan Dokter Layanan Primer Diselenggarakan HANYA bagi Institusi yang Memiliki Akreditasi Kategori Tertinggi untuk PSPD dan PSPDG"


Pendidikan kedokteran merupakan sebuah perwujudan realisasi tenaga kesehatan masa depan yang sesuai harapan dengan berdasar pada pancasila dan Undang – Undang Dasar Negara Republik Indonesia tahun 1945. Yang sekaligus implementasi dari salah satu tujuan Bangsa Indonesia yaitu mencerdaskan kehidupan bangsa.
Pendidikan Kedokteran merupakan sesuatu yang sangat penting dan vital  bagi Mahasiswa Kedokteran Indonesia, yang merupakan gambaran tenaga kesehatan masa depan. Pendidikan yang ditempuh semasa perkuliahan menjadi acuan yang nanti akan dipakai ketika terjun di masyarakat. Oleh karena itu proses pendidikan di perkuliahan ini menjadi sangat penting, agar tidak terjadi perbedaan kompetensi antar satu dokter dan dokter lainnya.
Dewasa ini banyak masalah-masalah tenaga kesehatan yang kiranya perlu perhatian khusus. Mulai dari tidak meratanya pelayanan dokter di daerah-daerah pelosok hingga paradigma kemampuan masing-masing dokter yang berbeda sesuai dengan tempat dia menimba ilmu kedokteran.
Menurut Ketua Umum Pengurus Besar IDI, Dr. Zaenal Abidin, jumlah dokter di Indonesia sekarang mencapai 160 ribu orang. Namun, persebarannya memang belum merata di seluruh daerah. Saat ini di Jakarta terdapat sekitar 16 ribu dokter dan termasuk kelebihan, kemudian di kota besar lainnya memiliki jumlah dokter yang lebih banyak dibanding daerah.
Belum meratanya persebaran tenaga medis diakibatkan oleh sikap pilih-pilih tempat kerja oleh para dokter. Ini membuat terdapat kabupaten atau kota yang kelebihan dokter, sedangkan di daerah pedalaman kekurangan tenaga medis.
Kiranya, beberapa masalah di atas seakan dijawab oleh pemerintah dengan dikeluarkannya Undang Undang Pendidikan Kedokteran yang telah di sahkan pada tanggal 11 Juli 2013. Undang – undang ini mengatur system pendidikan kedokteran dari awal sampai akhir serta bagaimana bentuk pelayanan yang akan diberikan kepada masyarakat nantinya. Ada beberapa perubahan terkait dengan UU dikdok ini yang semata – mata untuk kemajuan dunia kedokteran di Indonesia seperti syarat yang harus dipenuhi sebuah institusi untuk menyelenggarakan pendidikan kedokteran serta integrasi dengan Sistem Jaminan Sosial Nasional yang akan di laksanakan awal tahun 2014 nanti.
Beberapa Point Penting di Undang Undang Pendidikan Kedokteran:
  • Dokter Layanan Primer
Seperti yang sudah kita ketahui dokter layanan primer mempunyai peran penting dalam sistem kesehatan di negeri ini. Di analogikan dalam Sebuah segitiga bertingkat, maka posisi dokter layanan primer atau yang biasa kita sebut Dokter keluarga ini ada di bagian paling dasar atau dengan kata lain sebagai fundamental dalam sistem.
Masyarakat juga diharapkan kesadaran dan dukungannya untuk menjalankan sistem ini. Suatu contoh kecil, yang sering terjadi di masyarakat kini adalah banyak masyarakat yang ketika dirinya merasa sakit sedikit langsung menuju ke dokter spesialis. Tanpa melalui rujukan dari dokter umum yang berperan sebagai dokter layanan primer. Para dokter di Indonesia (utamanya dokter umum) pun kiranya sekarang sudah menyadari urgensi peran mereka sehingga berdampak pada pelayanan para dokter umum yang semakin membaik dengan pendekatan holistic pada pasien.
Namun, dalam Undang – undang Pendidikan Kedokteran yang baru ini ada sebuah hal yang menimbulkan pro dan kontra.
Dalam Undang – undang Pendidikan Kedokteran tahun 2013 Pasal 8 ayat 3 disebutkan:
"Program dokter layanan primer sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan kelanjutan dari program profesi Dokter dan program internsip yang setara dengan program dokter spesialis."
Maksud pasal di atas adalah bahwa dokter layanan Primer berbeda dengan dokter umum karena harus menjalani studi lebih lanjut selama 2 tahun. Dan akan setara dengan spesialis. Tentu hal ini membuat sebuah paradigma baru “ Lalu bagaimana dengan dokter umum?”
Memang dokter umum tetap masih bisa bekerja di Rumah Sakit swasta yang tidak menjalin kerjasama dengan SJSN pemerintah selama mempunyai izin untuk berpraktek. Namun yang kembali menjadi permasalahan adalah tidak semua Fakultas kedokteran dapat mengadakan program pendidikan dokter layanan primer.
Sesuai dengan Pasal 8 ayat 1 UU Pendidikan Kedokteran, yang berbunyi:
"Program pendidikan dokter layanan primer, dokter spesialis, subspesialis, dan dokter gigi spesialis-subspesialis hanya dapat diselenggarakan oleh Fakultas Kedokteran dan Fakultas Kedokteran Gigi yang memiliki akreditasi kategori tertinggi untuk program studi kedokteran dan program studi kedokteran gigi"

 Sementara yang kita ketahui bahwa tidak semua Fakultas Kedokteran di Indonesia berakreditasi A. Bahkan masih ada fakultas kedokteran yang belum terakreditasi dan baru membuka program pendidikan Dokter baru baru ini.
            Untuk mengadakan program studi Pendidikan Dokter di sebuah Universitas, Perizinan selama ini dikeluarkan oleh Kementerian Pendidikan Nasional (Kemendiknas). Konsil Kedokteran Indonesi (KKI) membina dan menetapkan standar pendidikan kedokteran, sedangkan akreditasi FK diberikan oleh Badan Akreditasi Nasional Perguruan Tinggi. Di Indonesia masih ada Universitas yang menyelenggarakan Program Pendidikan Dokter dengan hanya berbekal surat izin dari kemendiknas.
           Untuk Universitas yang Fakultas Kedokterannya mendapat akreditasi B. Disebutkan dalam UU dikdok dapat menjalin kerjasama dengan Universitas yang mendapat akreditasi A. Namun sekali lagi yang jadi masalah adalah bentuk kerjasama ini masih belum  lah jelas.
Pasal 8 ayat 2 UU 20 tahun 2013
"Dalam hal mempercepat terpenuhinya kebutuhan dokter layanan primer, Fakultas Kedokteran dengan akreditas kategori tertinggi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat bekerja sama dengan Fakultas Kedokteran yang akreditasinya setingkat lebih rendah dalam menjalankan program dokter layanan primer."
Hal ini tentu bertolak belakang dengan apa yang dicanangkan dan digadang – gadang oleh pemerintah tentang sistem SJSN. Dokter layanan primer berada di dasar piramida sistem kesehatan Indonesia. Bagaimana masyarakat bisa mengandalkan dokter layanan primer kalau jumlah dokter layanan primer saja masih belum banyak.

PERBAIKAN DAN PENYETARAAN KUALITAS
            Di awal telah di sampaikan bahwa untuk mencapai system kesehatan yang baik, juga di butuhkan tenaga kesehatan yang baik pula. Khususnya dalam profesi dokter setiap dokter harus mempunyai kompetensi yang sama. Memang sudah ada Standart Kompetensi Dokter Indonesia yang menjadi acuan masing – masing universitas dalam menyelenggarakan program study pendidikan dokter. Namun kembali lagi implementasi dilapangan tidak semua universitas sama.
Untuk memperbaiki mutu pendidikan, di Undang-Undang Pendidikan Kedokteran ini memuat aturan untuk masing – masing universitas yang mempunyai Fakultas Kedokteran diwajibkan mempunyai satu Rumah Sakit Pendidikannya sendiri.
Pasal 41 ayat 2
"Rumah Sakit Pendidikan Utama hanya dapat bekerja sama dengan 1 (satu) Fakultas Kedokteran dan/atau Fakultas Kedokteran Gigi sebagai rumah sakit pendidikan utamanya"
Selain itu pada ayat 3
"Selain kerja sama sebagaimana dimaksud pada ayat (2), Rumah Sakit Pendidikan Utama dapat menjadi Rumah Sakit Pendidikan Afiliasi dan/atau Rumah Sakit Pendidikan Satelit bagi Fakultas Kedokteran atau Fakultas Kedokteran Gigi lainnya"
Sedangkan untuk menyesuaikan pada pasal 59 disebutkan
"(1) Fakultas Kedokteran dan Fakultas Kedokteran Gigi yang sudah ada sebelum Undang-Undang ini harus menyesuaikan dengan ketentuan Undang-Undang ini paling lama 5 (tiga) tahun sejak Undang-Undang ini diundangkan.

(2) Program studi kedokteran dan program studi kedokteran gigi yang sudah ada sebelum Undang-Undang ini harus menyesuaikan dengan ketentuan Undang-Undang ini paling lama 5 (lima) tahun sejak Undang-Undang ini diundangkan."

INTERNSIP
Pada  pasal 38 ayat 1 dan 2 di katakan bahwa:
"(1) Mahasiswa yang telah lulus dan telah mengangkat sumpah sebagai Dokter atau Dokter Gigi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 37 ayat (1) harus mengikuti program internsip.
(2) Penempatan wajib sementara pada program internsip sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diperhitungkan sebagai masa kerja. "

Pada Undang-undang Pendidikan Kodekteran ini lebih memberikan dasar hukum yang lebih kuat tentang program internsip yang sebelumnya diatur melalui Permenkes nomor 229/MENKES/PER/II/2010.  Lalu hal lain yang terkait internsip adalah program Internsip akan dihitung sebagai masa kerja.

PENERIMAAN MAHASISWA BARU

Berdasarkan  pasal 27 ayat 2, yang berbunyi
"Selain lulus seleksi penerimaan sebagaimana dimaksud pada ayat 1, calon mahasiswa harus lulus tes bakat dan tes kepribadian."
Tes kepribadian akan dijadikan bagian dalam tes penerimaan ke fakultas kedokteran. Masih belum diketahui bentuknya. Kuota penerimaan mahasiswa baru juga sekarang diatur dalam UU Dikdok.
Berdasarkan pasal 9 yang berbunyi:  
"(1) Program studi kedokteran dan program studi kedokteran gigi hanya dapat menerima Mahasiswa sesuai dengan kuota nasional.
(2) Ketentuan mengenai kuota nasional sebagaimana dimaksud pada ayat 1 diatur dengan

pasal 10 yang berbunyi: 
“Dalam hal adanya peningkatan kebutuhan pelayanan kesehatan, Menteri setelah berkoordinasi dengan menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang kesehatan dapat menugaskan Fakultas Kedokteran dan Fakultas Kedokteran Gigi untuk meningkatkan kuota penerimaan Mahasiswa program dokter layanan primer, dokter spesialis-subspesialis, dan/atau dokter gigi spesialis-subspesialis sepanjang memenuhi daya tampung dan daya dukung sesuai dengan ketentuan Peraturan Perundang undangan.”
Kuota ini berdasarkan kebutuhan jumlah tenaga medis di seluruh Indonesia, penerimaan ini tidak bergantung dari berapa jumlah kebutuhan setiap universitas sehingga setiap tahun kebutuhan bisa saja berkurang atau bertambah kriteria jumlah kebutuhan ini masih belum jelas apakah akan bergantung dari jumlah pemerataan tenaga medis di Indonesia atau berdasarkan jumlah profesi dokter yang ada Indonesia. 
Sebagai mahasiswa kedokteran yang nantinya akan menjadi tenaga kesehatan, sekiranya harus mempunyai pandangan bagaimana seharusnya bersikap dan menyikapi serta mengkaji ulang terkait dengan kebijakan pemerintah di atas yang masih belum jelas, sehingga kebijakan tersebut di atas tidak merugikan pihak-pihak terkait, terlebih lagi masyarakat yang menjadi konsumen utama yang menerima pelayanan kesehatan.