Kamis, 31 Mei 2018

GERMAS Hidup Sehat untuk Masyarakat Lebih Sehat


Berdasarkan Rakernas 2017 yang membahas Integrasi Seluruh Komponen Bangsa Mewujudkan Indonesia Sehat yang Dipublikasikan pada  Senin, 27 Februari 2017 di website Kementerian Kesehatan (www.depkes.go.id) GERMAS Hidup Sehat menjadi salah satu yang disoroti dalam kefiatan ini. Dalam hal ini pemerintah menyebutkan bahwa pada intinya, pembangunan kesehatan yang semula bersifat kuratif dan rehabilitatif kini lebih diarahkan pada upaya kesehatan yang bersifat promotif dan preventif. Hal ini diperkuat dengan dengan adanya pembangunan kesehatan dengan pendekatan keluarga. GERMAS Hidup Sehat merupakan kependekan dari Gerakan Masyarakat Hidup Sehat yang tidak hanya ditujukan oleh jajaran kesehatan saja, namun lintas sektor, termasuk seluruh elemen masyarakat. Depkes menyebutkan kegiatan GERMAS Hidup sehat difokuskan pada tiga kegiatan: 1) melakukan aktivitas fisik, 2) mengonsumsi sayur dan buah, 3) memeriksa kesehatan secara rutin. Pelaksanaan GERMAS harus dilaksanakan oleh seluruh lapisan masyarakat, lintas kementerian dan lintas sektor baik pemerintah pusat dan daerah, swasta, dunia usaha, organisasi kemasyarakatan, serta masyarakat, untuk bersama-sama berkontribusi mewujudkan masyarakat Indonesia yang lebih sehat.
Melakukan aktivitas fisik dapat dilakukan dengan kebutuhan fisik masing-masing, orang dewasa tentu berbeda dengan anak-anak atau orang lanjut usia (lansia). Menurut Badan Kesehatan Dunia (WHO), setiap orang dalam rentang usia 18 hingga 64 tahun wajib memenuhi kebutuhan aktivitas fisik berikut ini. Hal yang dapat dilakukan yaitu 150 menit aktivitas fisik sedang atau 75 menit aktivitas fisik berat dalam seminggu, 300 menit aktivitas fisik sedang dalam seminggu jika sudah terbiasa, dan latihan otot kerangka sebanyak 3 hingga 4 kali dalam seminggu.
Mengonsumsi sayur dan buah juga sangat penting. Sayur dan buah mengandung vitamin dan mineral, serta serat yang dibutuhkan tubuh setiap hari. Beberapa vitamin dan mineral penting yang terkandung dalam sayur dan buah adalah vitamin A, vitamin C, vitamin E, magnesium, seng, kalium, fosfor, dan asam folat. Kandungan-kandungan ini tentu dapat memenuhi kebutuhan nutrisi Anda, yang juga berguna untuk mencegah berbagai macam penyakit. Contohnya saja, kalium dalam pisang yang dapat membantu menurunkan tekanan darah tinggi, menurunkan risiko kehilangan massa tulang, dan mencegah batu ginjal. Serat dalam sayur dan buah juga berperan dalam mencegah berbagai penyakit, seperti penyakit jantung, diabetes, stroke, dan penyakit yang berhubungan dengan sistem pencernaan. Hal ini karena serat dapat membantu Anda dalam menurunkan kolesterol jahat, mengontrol kadar gula darah, melancarkan sistem pencernaan, dan membuat Anda lebih kenyang sehingga tidak makan berlebih.
Pemeriksaan kesehatan atau Medical check-up diperlukan oleh perempuan dan laki-laki, baik anak muda maupun orang lanjut usia. Orang yang terlihat sehat pun perlu melakukan medical check-up,terutama untuk memeriksa tingkat kesehatan serta kemungkinan adanya penyakit serius yang belum menunjukkan gejala. Makin dini suatu penyakit terdeteksi, maka makin cepat pertolongan yang dapat diberikan. Dengan begini, penyakit tidak berlanjut ke tahap yang lebih serius, sekaligus mencegah pertolongan yang lebih rumit. Cek kesehatan dapat melalui cek berat badan, kolesterol, tekanan darah, ataupun dilakukan general chek-up. Upaya pemerintah ini sangatlah baik apabila juga ada dukungan dari masyarakat secara umum. Alangkah lebih baiknya kita turut mendukung gerakan tersebut. (ADVOM HMPD SEMAKU)
    

MK Menolak Gugatan Pasal Zina dan LGBT



Seperti yang kita ketahui, Kamis, 14 Desember 2017 Mahkamah Konstitusi memutuskan untuk menolak uji materi pasal kitab undang-undang hukum pidana tentang zina dan hubungan sesama jenis. Dalam pertimbangannya, hakim menyatakan ketentuan tersebut telah sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Adanya keputusan MK tersebut, membuat masyarakat Indonesia dengan kacamatanya masing-masing mengambil berbagai kesimpulan. Salah satunya adalah dilegalkannya LGBT di Indonesia. LGBT atau GLBT adalah akronim dari "lesbian, gay, biseksual, dan transgender". Istilah ini digunakan semenjak tahun 1990-an dan menggantikan frasa "komunitas gay" karena istilah ini lebih mewakili kelompok-kelompok yang telah disebutkan.
Sebelumnya, penolakan dari MK ini tercetus karena beberapa guru besar di Indonesia mengajukan permohonan kepada MK untuk melakukan uji materi ayat 1 sampai 5 pasal 284 KUHP tentang perzinaan, pasal 285 KUHP tentang pemerkosaan, dan pasal 292 KUHP tentang homoseksual lantaran dianggap mengancam ketahanan keluarga. Pastinya adanya permohonan ini juga dilandaskan karena maraknya kasus mengenai LGBT di Indonesia. Sebagai contoh adalah Pesta seks gay di Kelapa Gading, Jakarta Utara ; Hukum cambuk pasangan gay di Aceh; Pernikahan Gay di Bali ; Pesta Gay di Surabaya. 

Bagaimana respon masyarakat mengenai putusan MK?

Adanya putusan MK ini memang membuat berbagai dugaan bagi masyarakat Indonesia, terutama dari kaum LGBT itu sendiri. Mereka beranggapan bahwa putusan MK mengenai penolakan perluasan undang-undang hukum pidana tentang zina dan hubungan sesama jenis merupakan sinyal positif dari pemerintah untuk mereka bebas berhubungan sesama jenis dengan tidak lagi mengindahkan norma asusila yang ada di masyarakat. Tidak hanya kaum LGBT, tapi juga masyarakat lain yang pro-legalisasi LGBT juga ikut bersorak. Dan berikut beberapa alasan yang mendasari pro-legalisasi LGBT.

Yang pertama adalah Keadilan untuk Menikah. Menolak hak seseorang untuk menikah dengan orang yang dicintainya akan menyebabkan terjadinya diskriminasi. Jika diteruskan dalam waktu yang lama, maka akan timbul kesenjangan sosial yang baru. Kedua adalah Keturunan. Mempunyai anak bukanlah satu-satunya tujuan dari pernikahan. Jika memang hal tersebut adalah satu-satunya tujuan, maka pasangan yang mandul atau tidak ingin punya anak juga seharusnya tidak diperbolehkan untuk menikah. Di sisi lain, dengan tidak memiliki anak secara biologis, pasangan gay bisa mengadopsi anak-anak yang kurang beruntung. Hal ini juga akan menurunkan jumlah kepadatan populasi di Indonesia. Ketiga, Kecerdasan Anak. Sebuah riset yang dilakukan oleh University of Melbourne pada tahun 2014 menunjukkan bahwa anak yang diasuh oleh pasangan gay memiliki prestasi sekitar 6% lebih tinggi daripada anak yang diasuh oleh pasangan heterosexual. Keempat, Kesehatan Psikologis. Dengan melarang pernikahan sesama jenis, tingkat penyakit psikologis pun meningkat. Menurut penelitian oleh peneliti dari UCLA, San Francisco State University, dan the University of Massachusetts at Amherst, pasangan gay yang tidak diperbolehkan menikah akan cenderung mengalami stres yang lebih tinggi dibandingkan pasangan lain. Yang terakhir adalah Agama. Institusi agama boleh menolak menikahkan pasangan gay jika mereka mau, tetapi mereka tidak mempunyai hak untuk mendikte hukum tentang pernikahan di masyarakat pada umumnya. Karena pada hakikatnya, negara Indonesia bukanlah negara Agama melainkan negara yang merdeka. Oleh sebab itu, kedaulatan tertinggi ada pada tangan rakyat.

Di sisi lain, pemohon perluasan undang-undang hukum pidana tentang zina dan hubungan sesama jenis merasa kecewa. Ia mengklaim telah mengantongi data titik-titik penyimpangan seksual, perzinaan, hingga perselingkuhan yang banyak terjadi di daerah. 

Satu pemikiran dengan pemohon, beberapa masyarakat yang kontra dengan legalisasi LGBT memiliki alasan tersendiri. Beberapa alasannya adalah , pertama, Demokrasi. Menurut mereka bebas itu boleh, asalkan jangan sampai manusia dibebaskan untuk melakukan sesuatu yang jauh melampaui batas kemanusiaan; sesuatu yang menyalahi kodratnya sebagai manusia, seperti LGBT. Yang kedua adalah Lingkungan yang buruk untuk tumbuh kembang anak. Seorang anak membutuhkan seorang ibu yang ‘dekat’ secara emosional, memahami dan tahu apa yang mereka butuhkan, termasuk nasihat yang baik. Seorang anak, terlebih anak gadis, membutuhkan seorang ayah untuk membimbing dan melindunginya dari aktivitas seksual dini serta kehamilan dini. Pasangan sesama jenis tidak mungkin dapat dengan sempurna menggantikan peran ayah dan ibu karena jenis kelamin yang sama cenderung memiliki naluri yang sama (sama-sama sebagai bapak atau ibu). Ketiga, Tingkat kesetiaan pasangan GLBT sangat rendah. Para GLBT selalu mencari cara untuk mempertahankan kenikmatan seksual. Mereka akan merasa menderita bila hasrat seksual mereka tidak terpuaskan. Maka dari itu banyak dari mereka yang memiliki pasangan lebih dari satu dalam periode yang sama. Keempat, Tingkat kelanggengan pasangan GLBT sangt rendah. Karena ketidakpuasan seksual, mereka mengalami depresi dan memilih untuk melimpahkannya lewat kekerasan kepada pasangan. Tingkat kekerasan 44 kali lebih besar pada lesbian dan 300 kali lebih besar pada gay. Terakhir dan yang paling penting adalah Menimbulkan berbagai penyakit. Hubungan seksual gay secara sodomi menularkan Human Papilovirus (HPV) yang dapat menyebabkan kanker anal. Hubungan seksual gay secara oral dan berganti-ganti pasangan dapat menyebabkan kanker mulut serta menularkan virus HIV yang seringkali berkembang menjadi AIDS. Menurut penelitian Cancer Support Community, wanita lesbian memiliki daya tahan lebih rendah terhadap virus, mikroorganisme, peradangan, dan sel kanker dibanding dengan wanita normal. Dengan demikian, wanita lesbian yang telah melakukan hubungan seksual lebih mudah tertular dan dapat mengalami peradangan selaput otak (meningitis) hingga kanker payudara.

Namun, apakah putusan MK benar-benar mendukung pro-legalisasi LGBT di Indonesia?

Dalam putusannya, empat hakim yakni Arief Hidayat, Anwar Usman, Aswanto, dan Wahidudin Adams menyatakan pendapat yang berbeda atau dissenting opinion dengan lima hakim yang menolak uji materi tersebut.  Keempat hakim tersebut mendukung kategori zina bagi hubungan sesama jenis (LGBT) yang dilakukan oleh sesama orang dewasa, dan mendukung perluasan arti zina tak hanya terbatas bagi orang yang sudah menikah. Hal itu sejalan dengan keinginan pemohon yang meminta zina dimaknai lebih luas, termasuk meliputi hubungan badan yang dilakukan pasangan tak nikah.
Sedangkan lima hakim menolak uji materi tersebut dimana dalam pertimbangannya, hakim menyatakan apabila gugatan itu dikabulkan akan terjadi perubahan perbuatan pidana yang semula delik aduan menjadi delik biasa. Perubahan delik ini dikhawatirkan akan mengubah kualifikasi pasal 284 yang semula dikonstruksikan sebagai urusan domestik laki-laki beristri atau perempuan bersuami, menjadi urusan negara. Kemudian pada pasal 292 KUHP tentang perbuatan cabul hubungan sesama jenis dianggap hanya memberikan perlindungan hukum terhadap korban yang diduga belum dewasa, sedangkan pada korban yang telah dewasa tidak diberikan perlindungan hukum. Pemohon menginginkan orang dewasa yang melakukan hubungan sesama jenis dengan orang dewasa mestinya juga dihukum. Hal itu kembali ditolak karena keinginan pemohon itu mengharuskan MK membuat ketentuan perundang-undangan yang baru. Sedangkan yang berwenang membuat ketentuan perundang-undangan yang baru adalah DPR dan presiden sebagai pembentuk UU, bukan MK. Menambah frasa atau norma baru dinilai akan mengubah sifat melawan hukum dan hal itu tidak dapat diterima dalam penalaran hukum. Menurut hakim, gagasan pembaruan yang diusulkan pemohon harusnya diajukan ke pembuat UU dan menjadi masukan penting untuk merumuskan KUHP yang baru.

Mengapa harus melalui legalisasi untuk para penderita kelainan LGBT mendapat persamaan hukum? Dimana kita tahu bahwa legalisasi sendiri berarti proses membuat sesuatu menjadi legal/sah/resmi. Tujuan kita seharusnya adalah untuk menjamin persamaan hak dan kedudukan bagi para LGBT tanpa melegalisasi hubungan &/ perkawinan sejenis. Pada intinya, tujuan penderita LGBT menuntut legalisasi adalah untuk mendapat persamaan di berbagai bidang kehidupan; untuk dianggap ‘setara’ dalam masyarakat. Bila tanpa diadakan legalisasi masyarakat dapat bertoleransi dengan penderita LGBT,  LGBT tidak lagi memerlukan legalisasi.
(ADVOM HMPD SEMAKU)