Selasa, 15 Oktober 2013

Perubahan UU DIKDOK, "Program Pendidikan Dokter Layanan Primer Diselenggarakan HANYA bagi Institusi yang Memiliki Akreditasi Kategori Tertinggi untuk PSPD dan PSPDG"


Pendidikan kedokteran merupakan sebuah perwujudan realisasi tenaga kesehatan masa depan yang sesuai harapan dengan berdasar pada pancasila dan Undang – Undang Dasar Negara Republik Indonesia tahun 1945. Yang sekaligus implementasi dari salah satu tujuan Bangsa Indonesia yaitu mencerdaskan kehidupan bangsa.
Pendidikan Kedokteran merupakan sesuatu yang sangat penting dan vital  bagi Mahasiswa Kedokteran Indonesia, yang merupakan gambaran tenaga kesehatan masa depan. Pendidikan yang ditempuh semasa perkuliahan menjadi acuan yang nanti akan dipakai ketika terjun di masyarakat. Oleh karena itu proses pendidikan di perkuliahan ini menjadi sangat penting, agar tidak terjadi perbedaan kompetensi antar satu dokter dan dokter lainnya.
Dewasa ini banyak masalah-masalah tenaga kesehatan yang kiranya perlu perhatian khusus. Mulai dari tidak meratanya pelayanan dokter di daerah-daerah pelosok hingga paradigma kemampuan masing-masing dokter yang berbeda sesuai dengan tempat dia menimba ilmu kedokteran.
Menurut Ketua Umum Pengurus Besar IDI, Dr. Zaenal Abidin, jumlah dokter di Indonesia sekarang mencapai 160 ribu orang. Namun, persebarannya memang belum merata di seluruh daerah. Saat ini di Jakarta terdapat sekitar 16 ribu dokter dan termasuk kelebihan, kemudian di kota besar lainnya memiliki jumlah dokter yang lebih banyak dibanding daerah.
Belum meratanya persebaran tenaga medis diakibatkan oleh sikap pilih-pilih tempat kerja oleh para dokter. Ini membuat terdapat kabupaten atau kota yang kelebihan dokter, sedangkan di daerah pedalaman kekurangan tenaga medis.
Kiranya, beberapa masalah di atas seakan dijawab oleh pemerintah dengan dikeluarkannya Undang Undang Pendidikan Kedokteran yang telah di sahkan pada tanggal 11 Juli 2013. Undang – undang ini mengatur system pendidikan kedokteran dari awal sampai akhir serta bagaimana bentuk pelayanan yang akan diberikan kepada masyarakat nantinya. Ada beberapa perubahan terkait dengan UU dikdok ini yang semata – mata untuk kemajuan dunia kedokteran di Indonesia seperti syarat yang harus dipenuhi sebuah institusi untuk menyelenggarakan pendidikan kedokteran serta integrasi dengan Sistem Jaminan Sosial Nasional yang akan di laksanakan awal tahun 2014 nanti.
Beberapa Point Penting di Undang Undang Pendidikan Kedokteran:
  • Dokter Layanan Primer
Seperti yang sudah kita ketahui dokter layanan primer mempunyai peran penting dalam sistem kesehatan di negeri ini. Di analogikan dalam Sebuah segitiga bertingkat, maka posisi dokter layanan primer atau yang biasa kita sebut Dokter keluarga ini ada di bagian paling dasar atau dengan kata lain sebagai fundamental dalam sistem.
Masyarakat juga diharapkan kesadaran dan dukungannya untuk menjalankan sistem ini. Suatu contoh kecil, yang sering terjadi di masyarakat kini adalah banyak masyarakat yang ketika dirinya merasa sakit sedikit langsung menuju ke dokter spesialis. Tanpa melalui rujukan dari dokter umum yang berperan sebagai dokter layanan primer. Para dokter di Indonesia (utamanya dokter umum) pun kiranya sekarang sudah menyadari urgensi peran mereka sehingga berdampak pada pelayanan para dokter umum yang semakin membaik dengan pendekatan holistic pada pasien.
Namun, dalam Undang – undang Pendidikan Kedokteran yang baru ini ada sebuah hal yang menimbulkan pro dan kontra.
Dalam Undang – undang Pendidikan Kedokteran tahun 2013 Pasal 8 ayat 3 disebutkan:
"Program dokter layanan primer sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan kelanjutan dari program profesi Dokter dan program internsip yang setara dengan program dokter spesialis."
Maksud pasal di atas adalah bahwa dokter layanan Primer berbeda dengan dokter umum karena harus menjalani studi lebih lanjut selama 2 tahun. Dan akan setara dengan spesialis. Tentu hal ini membuat sebuah paradigma baru “ Lalu bagaimana dengan dokter umum?”
Memang dokter umum tetap masih bisa bekerja di Rumah Sakit swasta yang tidak menjalin kerjasama dengan SJSN pemerintah selama mempunyai izin untuk berpraktek. Namun yang kembali menjadi permasalahan adalah tidak semua Fakultas kedokteran dapat mengadakan program pendidikan dokter layanan primer.
Sesuai dengan Pasal 8 ayat 1 UU Pendidikan Kedokteran, yang berbunyi:
"Program pendidikan dokter layanan primer, dokter spesialis, subspesialis, dan dokter gigi spesialis-subspesialis hanya dapat diselenggarakan oleh Fakultas Kedokteran dan Fakultas Kedokteran Gigi yang memiliki akreditasi kategori tertinggi untuk program studi kedokteran dan program studi kedokteran gigi"

 Sementara yang kita ketahui bahwa tidak semua Fakultas Kedokteran di Indonesia berakreditasi A. Bahkan masih ada fakultas kedokteran yang belum terakreditasi dan baru membuka program pendidikan Dokter baru baru ini.
            Untuk mengadakan program studi Pendidikan Dokter di sebuah Universitas, Perizinan selama ini dikeluarkan oleh Kementerian Pendidikan Nasional (Kemendiknas). Konsil Kedokteran Indonesi (KKI) membina dan menetapkan standar pendidikan kedokteran, sedangkan akreditasi FK diberikan oleh Badan Akreditasi Nasional Perguruan Tinggi. Di Indonesia masih ada Universitas yang menyelenggarakan Program Pendidikan Dokter dengan hanya berbekal surat izin dari kemendiknas.
           Untuk Universitas yang Fakultas Kedokterannya mendapat akreditasi B. Disebutkan dalam UU dikdok dapat menjalin kerjasama dengan Universitas yang mendapat akreditasi A. Namun sekali lagi yang jadi masalah adalah bentuk kerjasama ini masih belum  lah jelas.
Pasal 8 ayat 2 UU 20 tahun 2013
"Dalam hal mempercepat terpenuhinya kebutuhan dokter layanan primer, Fakultas Kedokteran dengan akreditas kategori tertinggi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat bekerja sama dengan Fakultas Kedokteran yang akreditasinya setingkat lebih rendah dalam menjalankan program dokter layanan primer."
Hal ini tentu bertolak belakang dengan apa yang dicanangkan dan digadang – gadang oleh pemerintah tentang sistem SJSN. Dokter layanan primer berada di dasar piramida sistem kesehatan Indonesia. Bagaimana masyarakat bisa mengandalkan dokter layanan primer kalau jumlah dokter layanan primer saja masih belum banyak.

PERBAIKAN DAN PENYETARAAN KUALITAS
            Di awal telah di sampaikan bahwa untuk mencapai system kesehatan yang baik, juga di butuhkan tenaga kesehatan yang baik pula. Khususnya dalam profesi dokter setiap dokter harus mempunyai kompetensi yang sama. Memang sudah ada Standart Kompetensi Dokter Indonesia yang menjadi acuan masing – masing universitas dalam menyelenggarakan program study pendidikan dokter. Namun kembali lagi implementasi dilapangan tidak semua universitas sama.
Untuk memperbaiki mutu pendidikan, di Undang-Undang Pendidikan Kedokteran ini memuat aturan untuk masing – masing universitas yang mempunyai Fakultas Kedokteran diwajibkan mempunyai satu Rumah Sakit Pendidikannya sendiri.
Pasal 41 ayat 2
"Rumah Sakit Pendidikan Utama hanya dapat bekerja sama dengan 1 (satu) Fakultas Kedokteran dan/atau Fakultas Kedokteran Gigi sebagai rumah sakit pendidikan utamanya"
Selain itu pada ayat 3
"Selain kerja sama sebagaimana dimaksud pada ayat (2), Rumah Sakit Pendidikan Utama dapat menjadi Rumah Sakit Pendidikan Afiliasi dan/atau Rumah Sakit Pendidikan Satelit bagi Fakultas Kedokteran atau Fakultas Kedokteran Gigi lainnya"
Sedangkan untuk menyesuaikan pada pasal 59 disebutkan
"(1) Fakultas Kedokteran dan Fakultas Kedokteran Gigi yang sudah ada sebelum Undang-Undang ini harus menyesuaikan dengan ketentuan Undang-Undang ini paling lama 5 (tiga) tahun sejak Undang-Undang ini diundangkan.

(2) Program studi kedokteran dan program studi kedokteran gigi yang sudah ada sebelum Undang-Undang ini harus menyesuaikan dengan ketentuan Undang-Undang ini paling lama 5 (lima) tahun sejak Undang-Undang ini diundangkan."

INTERNSIP
Pada  pasal 38 ayat 1 dan 2 di katakan bahwa:
"(1) Mahasiswa yang telah lulus dan telah mengangkat sumpah sebagai Dokter atau Dokter Gigi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 37 ayat (1) harus mengikuti program internsip.
(2) Penempatan wajib sementara pada program internsip sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diperhitungkan sebagai masa kerja. "

Pada Undang-undang Pendidikan Kodekteran ini lebih memberikan dasar hukum yang lebih kuat tentang program internsip yang sebelumnya diatur melalui Permenkes nomor 229/MENKES/PER/II/2010.  Lalu hal lain yang terkait internsip adalah program Internsip akan dihitung sebagai masa kerja.

PENERIMAAN MAHASISWA BARU

Berdasarkan  pasal 27 ayat 2, yang berbunyi
"Selain lulus seleksi penerimaan sebagaimana dimaksud pada ayat 1, calon mahasiswa harus lulus tes bakat dan tes kepribadian."
Tes kepribadian akan dijadikan bagian dalam tes penerimaan ke fakultas kedokteran. Masih belum diketahui bentuknya. Kuota penerimaan mahasiswa baru juga sekarang diatur dalam UU Dikdok.
Berdasarkan pasal 9 yang berbunyi:  
"(1) Program studi kedokteran dan program studi kedokteran gigi hanya dapat menerima Mahasiswa sesuai dengan kuota nasional.
(2) Ketentuan mengenai kuota nasional sebagaimana dimaksud pada ayat 1 diatur dengan

pasal 10 yang berbunyi: 
“Dalam hal adanya peningkatan kebutuhan pelayanan kesehatan, Menteri setelah berkoordinasi dengan menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang kesehatan dapat menugaskan Fakultas Kedokteran dan Fakultas Kedokteran Gigi untuk meningkatkan kuota penerimaan Mahasiswa program dokter layanan primer, dokter spesialis-subspesialis, dan/atau dokter gigi spesialis-subspesialis sepanjang memenuhi daya tampung dan daya dukung sesuai dengan ketentuan Peraturan Perundang undangan.”
Kuota ini berdasarkan kebutuhan jumlah tenaga medis di seluruh Indonesia, penerimaan ini tidak bergantung dari berapa jumlah kebutuhan setiap universitas sehingga setiap tahun kebutuhan bisa saja berkurang atau bertambah kriteria jumlah kebutuhan ini masih belum jelas apakah akan bergantung dari jumlah pemerataan tenaga medis di Indonesia atau berdasarkan jumlah profesi dokter yang ada Indonesia. 
Sebagai mahasiswa kedokteran yang nantinya akan menjadi tenaga kesehatan, sekiranya harus mempunyai pandangan bagaimana seharusnya bersikap dan menyikapi serta mengkaji ulang terkait dengan kebijakan pemerintah di atas yang masih belum jelas, sehingga kebijakan tersebut di atas tidak merugikan pihak-pihak terkait, terlebih lagi masyarakat yang menjadi konsumen utama yang menerima pelayanan kesehatan.